Wanita Indonesia ini Solo Travel dengan US$1000 dan Backpacknya Saja

Artikel ini diterjemahkan dari versi bahasa Inggris ini. Read the English version here.

Mereka bilang kehidupan ini besar kecilnya tergantung nyali kita. Bagi kita, kehidupan Anissa Syifa besarnya luar biasa.

Hanya dengan tas backpack berkapasitas 40-liter dan dengan 1,000 USD (~ 13.36 juta IDR) di akun banknya, wanita Indonesia ini meninggalkan semua yang dia miliki di Indonesia untuk mengejar mimpinya untuk keliling dunia saat dia masih berumur 24 tahun. Selama satu tahun, dia menggunakan jasa couchsurfing untuk menjelajahi Asia Tenggara hingga Cina – semuanya sendirian. Sembari jalan-jalan, dia juga bekerja di hostel di Malaysia, volunteer di sekolah di Chiang Mai dan menaiki sepeda motor selama lebih dari 5 hari sepanjang 900 kilometer di Vietnam!

Bagaimana caranya? Kami juga sangat penasaran. Untungnya kami sempat menangkap Syifa dan ini dia yang kami pelajari dari explorer Indonesia yang luar biasa berani dan teguh pendiriannya ini:

Keinginannya Untuk Melihat Dunia Memenangkan Masalah Keuangannya

Di tahun 2014, pekerjaan penuh waktu dengan pemerintah hanya memberikan seorang lulusan baru sekitar 200 USD sebulan. Meski bekerja sekuat tenaga, di tahun 2016, dia hanya berhasil menyimpan uang sebesar 1,000 USD. Untuk orang biasa, rencana untuk melihat dunia dan berlibur untuk jangka waktu yang panjang nampak mustahil dengan situasi ini.

Tapi Syifa bukanlah traveller yang biasa-biasa. Untuk mengurangi beban masalah keuangannya, perempuan yang panjang akal ini menemukan berbagai macam kerja paruh waktu via Workaway saat jalan-jalan, dan mengunakan Couchsurfing untuk mengurangi biaya akomodasinya. Bagi Syifa, jauh lebih penting untuk memiliki keberanian dan mengambil langkah dengan iman untuk mencapai mimpinya.

Solo traveller dengan backpack kepercayaannya – Foto diambil saat Syifa sedang dalam perjalanan ke Puerto Princesa (Filipina)

Berjuang melawan ketakutan masalah keuangan dan masa depan yang kurang jelas, Syifa meninggalkan Indonesia untuk menjelajahi dunia. Dia pun menghadapi banyak masalah lain diperjalanannya – travelling solo dengan kerudungnya menarik banyak perhatian, dan sayangnya, reaksi negatif juga.

Meski begitu, Syifa tidak pernah sekalipun menyesali keputusannya. “Kehidupan ini seperti petualangan, atau tidak berarti sama sekali,” katanya. Untuk dia, travelling tidak pernah seputar uang tetapi keberanian.

Dia Menerima Banyak Komentar Negatif, Tapi Ini Tidak Pernah Menjatuhkannya 

Keputusan Syifa untuk memakai kerudung saat jalan-jalan merupakan keputusan pribadinya. “Kerudung ini menjadi penjaga saya dan membuat saya tetap ingat daratan,” baginya. Tetapi ekspresi iman dia ini membawa juga beberapa pengalaman negatif dalam perjalanannya.

Dia menerima beberapa komentar negatif di channel Youtubenya yang meminta dia untuk “keluar” dari Vietnam. Ada yang bahkan lanjut berkomentar kalau dia terkejut (Syifa) tidak dihajar masa karena dia Muslim. Tidak hanya itu, banyak juga orang sesama Muslim yang berkomentar di aneka akun sosmed Syifa dan berkata kalau wanita Muslim tidak sepantasnya travelling sendirian.

Masih tersenyum meski banyak komentar negatif – Foto diambil saat sedang di Kamboja

Meski kita sangat kaget dan tercengang dengan komentar-komentar jahat itu, Syifa tetap tidak terpengaruhi. Dia mengenal bahwa menjadi solo traveller dengan kerudung itu tidak selalu indah tapi Syifa tetap berdiri teguh untuk kepercayaan dan mimpinya.

“Saya belajar untuk menjadi lebih kuat dan tidak memasukkan semua komentar dalam hati. Pada akhirnya, orang-orang ini tidak mengenal saya dalam kehidupan nyata, jadi kenapa saya memperbolehkan mereka untuk menceramahi saya mengenai kepercayaan dan mimpi saya?” kata Syifa.

Dia Berharap Untuk Mempengaruhi Persepsi Orang Mengenai Agama Islam, Sedikit Demi Sedikit

Beberapa pengalaman yang meninggalkan impresi terbesar dari pengalamannya bersama Coachsurfing dan Workaway adalah interaksinya dengan traveller dari Barat. Saat menginap di rumah hostnya, dia memiliki banyak kesempatan untuk membagikan iman dan kepercayaannya ke tuan rumah beserta traveller lainnya. “Kebanyakan dari mereka tidak pernah memiliki teman Muslim.. jadi [mereka] bisa sedikit sinis [awalnya]. Tapi setelah kami berbincang-bincang dan berbagi cerita, mereka mulai melihat identitas saya sebagai orang biasa dan tidak berdasarkan agama saya.”

Persahabatan tidak mengenal batas warga negara, ras ataupun agama – Foto bersama teman sesama couchsurfer dari Belanda

Pengalaman berharga lainnya Syifa dapatkan saat sedang di Chiang Mai dimana dia melakukan pekerjaan suka rela dengan tuan rumah Workawaynya yang mengadakan workshop untuk murid-murid dari Sekolah Internasional Chiang Mai. Workshop ini bertujuan untuk mendidik murid-murid mengenai nilai-nilai moral universal.

Pada hari pertama, murid-murid ini diberi tahu bahwa akan ada orang Muslim yang akan mengikuti workshop di hari kedua dan mereka bisa memberikan pertanyaan apapun untuk dia. Untuk ini, Syifa tidak menggunakan kerudungnya di hari pertama workshop. Saat dia menggunakan kerudungnya di hari berikutnya, murid-muridnya terkejut saat tahu kalau orang Muslim yang dimaksud adalah Syifa. Mereka kemudian melakukan diskusi tentang bagaimana semua orang itu dilahirkan sama, tanpa peduli agama dan ras.

Pemandangan indah dari bagian Utara Thailand

Beberapa minggu kemudian, Syifa mendapat kabar kalau salah satu dari muridnya menuliskan puisi mengenai bagaimana perspektifnya mengenai orang  beragama Islam telah berubah. Syifa percaya kalau kesempatan untuk menanamkan benih persamaan di setiap anak muda ini lebih berharga dari pengalaman lainnya yang dia pernah dapatkan.

“Saya tidak berharap untuk membersihkan miskonsepsi mengenai Islam karena ini merupakan tugas yang sangat besar. Tapi dengan menjadi diri saya sendiri, saya berharap paling tidak akan membantu orang yang memiliki persepsi negatif mengenai Islam untuk menjadi lebih netral,” kata Syifa.

Kenangan Favorit Dia Adalah Saat Masa-Masa Tersulitnya 

Saat Syifa membagikan kenangan terbaiknya secara bersemangat, kami kaget saat mengetahui kalau kenangan terbaiknya dia dapatkan di masa-masa tersusah perjalanan ini.

Kenangan indah dengan teman-teman dari berbagai penjuru dunia – Foto diambil di hostel di Kuala Lumpur (Malaysia)

Salah satunya, pengalamannya bersama Workaway di hostel di Kuala Lumpur. Dia hanya dibayar 500 USD untuk enam minggu, dan ini membantunya untuk bertahan di perjalanan sedikit lebih lama. Meski pekerjaannya di hostel melelahkan, dia menikmati setiap teman baru dari berbagai penjuru dunia yang dia temui setiap hari melalui pekerjaannya yang ini. Akhirnya hostel ini menjadi seperti rumah kedua untuk dia!

Menjelajahi pedesaan dengan sepeda motor

Kenangan menarik lainnya terjadi saat kunjungannya ke bagian Selatan Vietnam, dimana dia memutuskan untuk mengambil jalur yang jarang ditempuh orang – Bundaran Sepeda Motor Tenggara. Di jalur ini, Syifa menaiki sepeda motornya selama 5 hari berturut-turut sepanjang lebih dari 900 kilometer. Akibatnya? Kulit yang terbakar sinar matahari, tangan yang bergemetaran, punggung dan paha yang ngilu, badan dan mental yang capai tapi hati yang sangat puas. Dia berhasil jatuh cinta dengan negara ini.

Hal Terpenting yang Dia Pelajari Saat Travelling Adalah Mengenai Dirinya Sendiri 

Syifa mendapatkan banyak sekali pelajaran mengenai kehidupan diperjalanannya, tapi satu hal terpenting yang dia dapatkan adalah seberapa besar dia mengerti dirinya sendiri sekarang. “Semakin banyak kita travelsemakin kita melupakan bagaimana diri kita sebelumnya.. Kita menemukan sisi dari kepribadian asli kita yang tidak kami sadari [sebelumnya]!” katanya.

Diambil di Papua New Guinea

Sebelum memulai perjalanannya, Syifa cukup khawatir apakah 1,000 USD bisa cukup untuk empat bulan perjalanan. Tapi sepanjang jalan, meski uangnya tambah lama tambah menipis, dia sadar kalau itu tidak semenakutkan yang ia bayangkan. Justru sebaliknya, dia berhasil untuk memperpanjang perjalanannya menjadi satu tahun!

Syifa juga belajar kalau kamu terkadang bisa merasa kesepian saat travelling solo, dan rasa kesepian itu bisa menjadi hal yang baik atau menakutkan tergantung pada masing-masing orang. Untuk dia, kesendirian itu dia anggap bagus untuk jiwanya. “Berada sendirian, kamu bisa melakukan banyak percakapan dengan dirimu sendiri. Kamu bisa mengeksplorasi bagian dalam hatimu dan [itu] akan membantumu untuk memahami apa yang benar-benar kamu inginkan.” baginya.

Melalui perjalanannya, Syifa juga terus belajar sebagaimana kuat kegigihan dan ketahanan dirinya. Hanya di masa-masa susah dan di situasi yang tidak pernah dia alami sebelumnya dia sadari bagaimana kuat dia sebenarnya.

“Kamu [jadi] sadar kalau kamu bisa sedikit lebih mempercayai dirimu sendiri karena kamu sudah melalui begitu banyak hal sendirian dan kamu bisa menghadapi tantangan selanjutnya dengan lebih tenang.” baginya.

Perjalanannya Memberikan Syifa Pekerjaan Mengajar di Cina

Jadi dimanakah Syifa sekarang? Dia sudah diberikan pekerjaan tetap di Cina untuk mengajar Bahasa Inggris, jadi dia akan berada di Cina selama paling tidak satu setengah tahun ke depan!

Muka bahagia Syifa dengan visanya di Yinchuan, Cina

Saat ditanya mengenai pengalamannya di Cina selama ini, Syifa dengan semangat membagikan kalau dia mulai menikmati tinggal dan kerja disana. “Cina memang bukan negara termudah untuk ditinggali karena kejutan budaya yang besar [yang mungkin kamu hadapi], tapi begitu kamu sudah terbiasa dengannya, kamu akan menyukainya!”

Tentu saja transisi dari travelling ke tinggal penuh waktu di luar negeri memiliki tantangannya sendiri. Selain perbedaan budaya dan halangan bahasa, berada di satu negara, suka tidak suka, memerlukan komitmen. Untuk perempuan yang berumur 25 tahun ini, tentunya hal ini bukan hal yang mudah.

Yinchuan, Cina

Saat bulan ramadan, misalnya, bagian Barat Laut Cina memiliki hari yang lebih panjang karena musim panas dan pada akhirnya, Syifa harus berpuasa dari pukul 3.30 subuh hingga 8.30 malam. 17 jam! Tidak hanya itu, dia juga harus bekerja selama sembilan jam sehari.

“Jujur saja itu bukan hal yang mudah… tapi saya sangat bersyukur dan senang untuk [bisa] mengikuti Idul Fitri di negara lain jauh dari rumah,” kata Syifa. Memang jiwa semangat Syifa selalu berhasil mengagumkan kami!

Pesan Dia Untuk Semua Yang Ingin Travel: Jangan Takut, Jangan Batasi Dirimu Sendiri 

Dari pengalamannya, Syifa belajar hanya dua hal yang kamu perlukan untuk solo travelling: keberanian untuk menantang comfort zone kamu dan keterbukaan untuk semua kemungkinan. “Pada akhirnya, masalahnya bukan negara atau benua apa yang kamu kunjungi, tapi bagaimana perjalanannya membantumu untuk tumbuh sebagai orang.”

Dibawah senyumnya yang cerah dan kepribadiannya yang ramah, kami melihat wanita yang sangat berpegang teguh pada pendirian dan kepercayaannya. Sembari dia membagikan pengalamannya kepada kami, dia juga menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan yang melebihi umurnya. Syifa tertawa tanpa ketakutan akan masa depan – benar-benar menjadi inspirasi bagi semua orang yang bermimpi untuk menjelajahi dunia.

Dengan penuh ketulusan, kami harap Syifa tidak pernah kehilangan senyum cantiknya, sikapnya yang patut dihormati dan kecintaannya untuk travelling.

Kalau kamu ingin menghubungi Syifa, kamu bisa menemukan dia melalui Facebook dan Instagram. Kamu juga bisa menemukan kisah perjalanannya melalui YouTube channel Syifa. 

Dipublikasikan pada


Tentang Penulis

Jennifer Noviana

Sebagai penggemar traveling dan fotografi, Jennifer adalah seorang yang selalu memikirkan destinasi liburan berikutnya di waktu senggangnya. Jennifer pernah berdomisili di 4 negara berbeda: Indonesia, Singapura, Amerika Serikat dan Korea Selatan. Walaupun berwarga negara Indonesia, Jennifer juga menyukai semua hal berhubungan dengan Korea. Bahkan kadang orang Korea mengira dia orang Korea juga! Baca pengalaman pribadinya di Korea di <a href="https://www.jenwanderstories.com/">Jen's Wanderstories</a>.

Brand Managers!

Ingin melihat merek atau bisnis kamu di website kami?

Hubungi kami sekarang

Berlangganan Milis TripZilla

Dapatkan tips dan berita travel terbaru!

Rekomendasi Artikel

Artikel Terbaru