Wisata Baduy, Panduan Mengunjungi Desa Yang Terisolasi

Desa Wisata Baduy terletak di wilayah Banten yang tenang. Desa ini merupakan destinasi yang mempesona bagi mereka yang ingin menyelami kekayaan tradisi suku Baduy.

Desa unik ini terkenal dengan kabin-kabin kayu yang menakjubkan, yang dibangun menggunakan metode tradisional, mencerminkan komitmen suku tersebut untuk melestarikan warisan budaya mereka. Saat menjelajahi desa, kamu akan terpikat oleh kesederhanaan dan keindahan lingkungan sekitar, dari perbukitan hijau yang subur hingga hamparan sawah yang tenang yang seolah membentang tanpa akhir. Sifat hangat dan ramah masyarakat Baduy meningkatkan pengalaman, mengundang wisatawan untuk terlibat dalam kegiatan sehari-hari mereka dan mempelajari adat istiadat mereka, yang sebagian besar tidak berubah selama beberapa generasi.

Desa ini beroperasi berdasarkan serangkaian prinsip yang menekankan keharmonisan dengan alam. Karenanya, desa ini menjadi tempat peristirahatan yang sempurna bagi mereka yang ingin melarikan diri dari kekacauan kehidupan modern. Pengunjung dapat mengambil bagian dalam berbagai kegiatan budaya, seperti kerajinan tradisional dan ritual lokal, yang menawarkan pengalaman mendalam yang lebih dari sekadar jalan-jalan.

Selain itu, desa ini merupakan model pariwisata berkelanjutan, yang mendorong pengunjung untuk menghormati lingkungan dan praktik setempat. Buka setiap hari dari pagi hingga sore hari, Desa Wisata Baduy wajib dikunjungi bagi wisatawan mana pun yang ingin memahami keragaman budaya Indonesia.

1. Siapa itu suku Baduy?

Image credit: Facebook Ahli Riwayat Vlog

Suku Baduy adalah kelompok etnis Sunda tradisional yang tinggal di provinsi Banten, beberapa jam di luar Jakarta. Desa-desa tempat mereka tinggal terkenal, karena suku Baduy tidak menggunakan teknologi modern, meskipun hal ini telah berubah.

Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda. Yang pertama adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang dikenal sebagai Baduy Luar. Ada 22 desa yang dianggap sebagai bagian dari Baduy Luar. Masyarakat yang membentuk Baduy Luar membentuk penghalang bagi dunia luar bagi 40 keluarga yang tinggal di daerah yang dikenal sebagai Baduy Dalam.

Baduy Dalam terbagi menjadi tiga desa, yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Orang-orang yang tinggal di desa-desa ini memiliki kontak terbatas dengan dunia luar dan tidak menggunakan teknologi modern apa pun. Satu-satunya cara untuk mencapai desa-desa ini adalah dengan berjalan kaki selama berjam-jam di sepanjang jalan berlumpur melalui pedesaan.

Pakaian merupakan simbol penting identitas mereka. Suku Baduy Dalam hanya mengenakan pakaian hitam dan putih, mengenakan jilbab putih yang menandakan komitmen mereka terhadap tradisi. Rumah mereka dibangun mengikuti aturan leluhur, menggunakan atap bambu dan daun lontar, dan harus menghadap ke selatan untuk menghormati adat istiadat mereka.

2. Lokasi desa wisata Baduy dan cara menuju ke sana

wisata baduyImage credit: Facebook Deny Ramdan

Suku Baduy tinggal di suatu desa bernama Kanekes, di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasinya sekitar 160 km dari Jakarta.

Ada sejumlah cara untuk bisa sampai ke desa wisata Baduy. Jika berkendara menggunakan mobil pribadi menuju Desa Wisata Baduy, mulailah dengan menuju tenggara di Jl. Raya Rangkasbitung menuju Jl. Raya Cibadak. Terus lurus sejauh kurang lebih 15 kilometer hingga kamu mencapai perempatan dekat desa Leuwidamar.

Setelahnya, kamu bisa belok kiri ke Jl. Leuwidamar dan ikuti jalan tersebut sejauh kurang lebih 5 kilometer. Cari rambu yang menunjuk ke Kadujangkung, dan ikuti jalan tersebut hingga mencapai desa. Tempat parkir mungkin tersedia di dekat pintu masuk.

Cara lain dengan menggunakan angkutan umum. Untuk menuju ke Baduy, kamu harus terlebih dahulu menuju ke Rangkasbitung. Cara termudah dan tercepat untuk mencapai Rangkasbitung dari Jakarta adalah dengan kereta api.

Kamu bisa menggunakan kereta ekonomi lokal dari Stasiun Angke, atau kereta ekonomi ekspres dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Rangkasbitung. Perbedaan antara kedua layanan tersebut adalah kereta ekonomi lokal akan berhenti di setiap stasiun pada rute dari Angke ke Rangkasbitung. Kereta ekspres bersifat langsung.

Secara pribadi saya sarankan untuk naik kereta ekspres. kamu bisa memilih kereta ekspres, di antaranya: Rangkas Jaya, Kalimaya Express, dan Krakatau Express. Perjalanan dengan kereta ekspres memakan waktu sekitar 1,5 – 2 jam.

Begitu tiba di stasiun kereta Rangkasbitung, keluarlah dari stasiun menuju pasar. Di sana kamu akan menemukan sejumlah angkot. Tanyakan kepada seseorang tentang bus yang akan membawa kamu ke terminal Aweh. Perjalanan memakan waktu 20 menit dengan biaya 4,000 IDR.

Dari terminal Aweh, kamu perlu naik Elf – bus yang lebih besar – ke Ciboleger (gerbang masuk untuk mengunjungi suku tersebut). Perjalanan memakan waktu 1,5 – 2 jam perjalanan dengan biaya 15.000 IDR. Atau kamu bisa naik Elf dari stasiun kereta Rangkasbitung langsung ke Ciboleger dengan biaya 20.000 IDR. Tapi perlu diingat bahwa layanan antar-jemput ini hanya beroperasi sampai jam 1 siang.

Setelah itu, saatnya untuk memulai pendakian ke desa-desa. Jika ini pertama kalinya kamu mengunjungi Baduy, sangat disarankan untuk menyewa pemandu lokal di dekat Ciboleger. Mereka akan membantu kamu menuju desa-desa tradisional Baduy dan memastikan kamu tidak melewatkan pemandangan utama apa pun. Jika berencana untuk masuk lebih dalam ke desa, kamu akan menemukan jalan setapak dan jalur hutan yang panjang.

3. Yang boleh dan tidak boleh dilakukan di desa wisata Baduy

Wisata baduyImage credit: Facebook Indah Permata

Sebelum mengunjungi Baduy, penting untuk memahami dan menghormati peraturan mereka. Berikut panduan singkat tentang apa yang bisa dilakukan—dan dihindari—saat kamu berada di sana.

Saat tiba, langkah pertama adalah meminta izin untuk memasuki wilayah Baduy. Setelah mendapat izin, ingatlah panduan berikut:

Yang boleh dilakukan:

  • Kamu boleh membawa makanan atau perlengkapan dari luar.

  • Kamu boleh membawa senter atau lampu lainnya.

  • Kamu boleh mengambil foto atau merekam video di wilayah Baduy Luar.

  • Kamu boleh tinggal lebih dari satu malam, tetapi harus pindah ke desa yang berbeda setiap malam.

  • Kamu boleh memakai alas kaki.

  • Kamu boleh membawa uang tunai tambahan, karena Baduy sekarang menerima uang untuk transaksi.

Yang tidak boleh dilakukan:

  • Dilarang membawa rokok, minuman beralkohol, atau narkoba.

  • Dilarang membawa radio, kaset, pengeras suara, atau gitar.

  • Dilarang membawa sabun, sampo, atau pasta gigi, terutama di Baduy Dalam.

  • Dilarang membuang sampah sembarangan.

  • Dilarang memotong atau mencabut tanaman.

  • Dilarang memasuki hutan lindung atau hutan terlarang.

  • Dilarang menggunakan bahasa kasar atau kata-kata makian.

  • Turis asing tidak diperbolehkan memasuki wilayah Baduy Dalam.

Peraturan ini berlaku bagi semua pengunjung Desa Baduy, dan mematuhinya menunjukkan rasa hormat terhadap cara hidup Baduy. Meskipun masyarakat Baduy menyambut tamu dengan hangat, penting untuk tetap bersikap sopan dan hormat setiap saat. Berpakaianlah dengan sopan untuk menghormati adat istiadat setempat dan menunjukkan perhatian terhadap masyarakat.

4. Hal menarik yang bisa dijumpai di desa wisata Baduy

Di kawasan Baduy Luar, kamu akan melihat perpaduan unik antara adat istiadat Baduy tradisional dan beberapa penerimaan pengaruh modern. Kamu akan melihat rumah-rumah bambu tradisional dengan atap daun palem, namun amati juga orang-orang mengenakan pakaian hitam dengan jilbab biru-hitam, dan kadang-kadang pakaian modern.

Kamu mungkin menyaksikan kegiatan tradisional seperti menenun, menumbuk padi, dan ritual pembersihan di sungai, tetapi juga menjumpai orang-orang yang menjual madu hutan, gula aren, atau hasil panen lainnya di kota-kota terdekat. Sambil melestarikan adat istiadatnya, masyarakat Baduy Luar juga memanfaatkan uang dan memiliki akses ke sekolah.

Untuk memberikan gambaran hal menarik yang bisa kamu jumpai di kawasan Baduy Luar, beberapa di antaranya bisa dilihat di bawah ini!

Rumah tradisional suku Baduy

Rumah tradisional suku Baduy, imah adat, adalah cerminan kuat dari kearifan lokal dan prinsip hidup mereka yang selaras dengan alam. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini memiliki filosofi "pikukuh" Baduy yang memegang teguh tradisi dan menolak modernisasi.

Beberapa ciri khas dan filosofi penting dari rumah adat Baduy adalah seluruh bagian rumah dibangun menggunakan bahan-bahan alami yang tersedia di lingkungan sekitar, seperti kayu, bambu, ijuk (serat pohon aren) untuk atap, dan batu kali untuk pondasi. Penggunaan material ini menunjukkan kemandirian dan rasa hormat mereka terhadap alam.

Ciri lain yang juga mencolok adalah tidak digunakannya paku besi dalam konstruksi. Semua sambungan menggunakan teknik ikat dengan tali ijuk atau pasak kayu. Ini adalah simbol dari kesederhanaan dan ketergantungan pada alam.

Rumah Baduy umumnya berbentuk panggung dengan tiang penyangga yang terbuat dari batu kali atau kayu. Bentuk ini berfungsi mengurangi risiko gangguan dari hewan liar, menghindari kelembaban tanah yang berlebihan, menghadirkan sirkulasi udara yang baik di bawah rumah.

Sebagian besar rumah Baduy dibangun menghadap ke arah timur atau matahari terbit, melambangkan harapan akan rezeki dan kehidupan yang baik. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga ruangan utama yang sederhana, yaitu bagian sosoro sebagai area menerima tamu, bersantai, atau melakukan aktivitas sehari-hari, bagian tengah (tepas) sebagai ruang keluarga dan tempat tidur, dan bagian belakang (Ipah/Pahareupan) atau dapur dan area penyimpanan.

Pembangunan rumah dilakukan secara gotong royong oleh seluruh anggota komunitas. Hal ini menunjukkan kuatnya ikatan sosial dan solidaritas di antara mereka. Ukuran dan jumlah rumah juga disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga dan tidak ada rumah yang menonjol atau lebih besar dari yang lain. Ini mencerminkan prinsip kesetaraan dan keselarasan dengan lingkungan.

Rumah adat Baduy bukan hanya sekadar bangunan fisik, melainkan perwujudan nyata dari nilai-nilai kehidupan mereka yang menjunjung tinggi kesederhanaan, kebersahajaan, gotong royong, dan harmoni dengan alam. Ini adalah contoh arsitektur vernakular yang luar biasa yang bertahan di tengah gempuran modernisasi.

Pakaian adat suku Baduy

Pakaian suku Baduy bukan sekadar penutup tubuh, melainkan cerminan kuat dari nilai-nilai kesederhanaan, kemandirian, dan ketaatan mereka terhadap pikukuh (aturan adat). Ada perbedaan mencolok antara pakaian yang dikenakan oleh Baduy Dalam dan Baduy Luar, yang melambangkan tingkat ketaatan dan keterbukaan mereka terhadap pengaruh dari luar.

Masyarakat Baduy Dalam sangat teguh memegang tradisi dan menolak modernisasi, tercermin dari pakaian mereka yang sangat sederhana. Pria mengenakan baju "jamang sangsang" atau "kutung" berwarna putih polos, berlengan panjang, tanpa kerah dan kancing (dijahit tangan dan diikat tali). Warna putih melambangkan kesucian dan kehidupan yang belum terpengaruh budaya luar. Mereka juga memakai celana putih atau gelap yang dililitkan, serta ikat kepala (telekung/lomar) berwarna putih. Kaum wanita Baduy Dalam umumnya mengenakan kain serupa sarung (samping hideung) berwarna hitam atau biru tua sebagai bawahan dan kemben atau kaos sederhana sebagai atasan. Seluruhnya terbuat dari kain tenun kapas hasil karya mereka sendiri, tanpa dijahit mesin, dan mereka tidak memakai alas kaki.

Sementara masyarakat Baduy Luar memiliki aturan yang sedikit lebih longgar dan terkadang sudah menerima beberapa pengaruh dari luar. Pakaian pria didominasi warna hitam atau biru tua, seperti baju "jamang hideung kancing batok" atau "kampret" yang sudah menggunakan kancing dari batok kelapa. Mereka juga memakai celana panjang berwarna gelap dan ikat kepala (lomar) berwarna biru tua dengan corak batik atau polos. Pria Baduy Luar seringkali membawa golok dan tas koja/jarog (tas rajutan dari kulit kayu pohon terep). Untuk wanita Baduy Luar, mereka mengenakan kebaya berwarna hitam atau biru gelap sebagai atasan, dipadukan dengan kain tenun sarung berwarna biru kehitam-hitaman sebagai bawahan, serta selendang (karembong). Seperti Baduy Dalam, mereka juga tidak memakai alas kaki dan bahan pakaiannya tetap didominasi oleh tenun tradisional.

Secara keseluruhan, pakaian suku Baduy, baik Baduy Dalam maupun Luar, selalu menggunakan kain tenun tradisional dari kapas alami yang ditenun secara manual oleh kaum perempuan. Kesederhanaan dalam desain dan bahan mencerminkan prinsip hidup mereka yang menjauhi kemewahan dan keserakahan, serta menjaga harmoni dengan alam. Pakaian ini bukan hanya identitas visual, tetapi juga simbol komitmen mereka untuk menjaga pikukuh dan kelestarian budaya leluhur.

Lingkungan Alam Desa Baduy: Harmoni yang Terjaga

Lingkungan alam di desa-desa Baduy, yang terletak di Pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak, Banten, adalah fondasi utama bagi cara hidup dan filosofi masyarakatnya. Wilayah ini didominasi oleh perpaduan hutan lebat, perbukitan terjal, dan aliran sungai yang jernih. Keasrian dan kelestarian alamnya sangat terjaga, mencerminkan kearifan lokal suku Baduy dalam berinteraksi dengan lingkungan mereka. Kondisi geografis yang alami tanpa campur tangan infrastruktur modern membuat Baduy menjadi contoh sempurna harmoni antara manusia dan alam.

Ciri khas lingkungan Baduy meliputi topografi yang berbukit dan dominasi hutan dataran rendah yang rapat, menjadi pemandangan utama dengan vegetasi hijau yang lebat. Beberapa sungai kecil dan aliran air bersih melintasi wilayah ini, menjadi sumber kehidupan utama untuk mandi, mencuci, dan minum. Keberadaan air yang melimpah dan jernih ini sangat vital bagi kehidupan sehari-hari dan keberlanjutan ekosistem lokal. Tanah di kawasan Baduy pun relatif subur, mendukung sistem pertanian tradisional mereka.

Meskipun berbukit, tanah yang subur memungkinkan masyarakat Baduy untuk bertani padi huma dan berbagai palawija secara subsisten, tanpa menggunakan pupuk kimia atau pestisida. Keanekaragaman hayati yang tinggi di hutan Baduy menunjukkan ekosistem yang sehat dan terjaga. Masyarakat Baduy memiliki sistem kearifan lokal dalam menjaga hutan melalui konsep "leuweung larangan" (hutan larangan) yang sama sekali tidak boleh diganggu, dan "leuweung titipan" (hutan titipan) yang boleh dimanfaatkan secara terbatas dan bertanggung jawab.

Lingkungan alam Baduy terasa sangat alami karena tidak adanya jalan beraspal, listrik, atau kendaraan modern. Semua perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, dan penerangan mengandalkan obor atau lampu minyak. Ini berkontribusi pada minimnya polusi dan menjaga keheningan serta kesunyian alam. Keseluruhan gambaran ini menegaskan bagaimana masyarakat Baduy hidup berdampingan dan melestarikan alam dengan kearifan yang telah diwariskan turun-temurun, menjadikannya contoh nyata kehidupan yang selaras dengan lingkungan.

Kegiatan Keseharian Warga Baduy

1. Bertani dan Berladang

Mata pencarian utama seluruh warga Baduy adalah bertani padi huma (padi ladang). Kegiatan ini dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan pupuk kimia atau pestisida. Proses bercocok tanam ini melibatkan seluruh anggota keluarga. Pria Baduy berperan dalam membuka lahan dan menanam, sementara wanita memiliki peran penting dalam menjaga dan memelihara padi hingga panen. Hasil panen ini menjadi stok pangan utama mereka. Selain padi, mereka juga menanam palawija dan umbi-umbian untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari.

2. Kerajinan Tangan

Di luar aktivitas pertanian, masyarakat Baduy juga aktif dalam membuat berbagai kerajinan tangan. Kaum wanita Baduy sangat terampil dalam menenun kain dari benang kapas, yang kemudian digunakan sebagai bahan pakaian mereka atau dijual kepada wisatawan, terutama oleh Baduy Luar. Sementara itu, kaum pria seringkali membuat tas koja atau jarog dari kulit kayu pohon terep, yang berfungsi sebagai tas multifungsi untuk membawa bekal atau hasil hutan. Kerajinan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga menjadi salah satu sumber penghasilan bagi Baduy Luar.

3. Mencari Hasil Hutan dan Kebutuhan Dasar

Karena hidup berdampingan dengan hutan, masyarakat Baduy juga mengumpulkan berbagai hasil hutan. Mereka mencari madu hutan, buah-buahan liar, atau mengambil bahan bangunan seperti bambu dan kayu dari "leuweung titipan" (hutan yang boleh dimanfaatkan secara terbatas). Air bersih didapatkan langsung dari mata air dan sungai yang jernih. Untuk memasak, mereka menggunakan kayu bakar yang dikumpulkan dari hutan. Tidak ada listrik atau fasilitas modern lainnya, sehingga penerangan di malam hari mengandalkan obor atau lampu minyak.

4. Menjaga Adat dan Ritual

Selain kegiatan fisik, kehidupan sehari-hari warga Baduy juga diwarnai oleh kepatuhan pada adat dan ritual. Mereka memiliki berbagai upacara adat yang terkait dengan siklus pertanian, kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Gotong royong dan kebersamaan sangat dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari membangun rumah hingga menggarap ladang. Masyarakat Baduy, khususnya Baduy Dalam, sangat membatasi interaksi dengan dunia luar dan menolak teknologi modern, hidup dengan berjalan kaki tanpa alas kaki, dan menjaga kesederhanaan dalam setiap gerak-gerik mereka.

Singkatnya, kegiatan keseharian warga Baduy berputar pada pertanian subsisten, pembuatan kerajinan tangan, pemanfaatan hasil hutan secara lestari, serta ketaatan pada adat dan ritual yang menjaga harmoni dengan alam. Hidup mereka adalah manifestasi nyata dari kesederhanaan, kemandirian, dan penghormatan yang mendalam terhadap tradisi leluhur.

5. Tips Berwisata ke Baduy: Menghormati Adat dan Menikmati Kesederhanaan

Berwisata ke Baduy menawarkan pengalaman unik untuk merasakan langsung kehidupan yang sangat sederhana dan selaras dengan alam. Penting untuk mempersiapkan fisik dan mental karena perjalanan akan melibatkan trekking panjang melalui perbukitan dan hutan. Tips mengunjungi desa wisata Baduy ini bisa menjadi acuan kamu.

  • Pastikan untuk menggunakan alas kaki yang nyaman dan membawa barang bawaan secukupnya agar tidak membebani. Mengingat ketiadaan listrik dan sinyal telepon, Baduy adalah tempat yang tepat untuk digital detox dan menikmati ketenangan alam.

  • Kunci utama berwisata ke Baduy adalah mematuhi aturan adat dan lingkungan yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.

  • Sangat direkomendasikan untuk menggunakan jasa pemandu lokal dari suku Baduy. Mereka tidak hanya akan memandu rute perjalanan, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang budaya dan adat istiadat setempat, sekaligus membantu perekonomian lokal.

  • Bawalah uang tunai yang cukup karena tidak ada fasilitas ATM.

  • Untuk pengalaman yang lebih otentik, pertimbangkan untuk menginap di rumah warga, terutama di Baduy Luar, yang memungkinkan interaksi langsung dan pembelajaran tentang keseharian mereka.

  • Terakhir, perhatikan waktu kunjungan, khususnya jika ingin masuk ke Baduy Dalam. Wilayah Baduy Dalam akan ditutup untuk wisatawan selama periode Bulan Kawalu (sekitar 3 bulan, biasanya Januari hingga April) sesuai penanggalan adat mereka. Selalu cari informasi terbaru mengenai periode penutupan ini sebelum merencanakan perjalananmu.

Dengan persiapan yang matang dan rasa hormat yang tinggi terhadap budaya dan lingkungan mereka, kunjungan ke Baduy akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan penuh makna.

Baca juga: Tempat Wisata Di Lebak, Banten Yang Asyik Dan Instagrammable

Bisa membayangkan betapa menariknya menjelajah desa wisata Baduy, kan? Jika memungkinkan, kamu harus merasakan hidup bersama masyarakat Baduy untuk bisa kembali memaknai hidup sebagai makhluk sosial.

Dipublikasikan pada


Tentang Penulis

Widya Astuti

Penulis di TripZilla

Brand Managers!

Ingin melihat merek atau bisnis kamu di website kami?

Hubungi kami sekarang

Berlangganan Milis TripZilla

Dapatkan tips dan berita travel terbaru!

Rekomendasi Artikel

Artikel Terbaru